Suriah memang menjadi sebuah negara mencekam yang sepertinya setiap malam dilewati dengan berbagai teror. Terbaru serangan brutal terjadi di reruntuhan kota Douma, kawasan Ghouta timur yang menjadi basis para pemberotak Suriah pada hari Sabu (7/4) kemarin. Karena serangan gas beracun klorin itu, sedikitnya 25 warga sipil tewas dan 500 lainnya terluka parah.
Kelompok aktivis yang menjadi korban menyebutkan kalau serangan gas klorin itu dijatuhkan lewat helikopter di atas kota Douma menggunakan bom barel. Seketika saat meledak, gas-gas beracun itu seketika membuat orang tersedak hingga tewas. Para pemberontak Ghouta menilai aksi serangan gas klorin ini sebagai upaya pemerintah Suriah membungkam mereka. Hanya saja melalui SANA, kantor berita pemerintah, Suriah menyebut kalau klaim itu adalah upaya menghalangi kemajuan militer.
Melalui SANA, pemerintah menjelaskan kalau tentara Suriah tidak perlu memakai bahan kimia apapun. Tak lama setelah aksi teror gas klorin ini, berbagai gambar mengenaskan memperlihatkan para korban dalam kondisi penuh luka darah. Beberapa dari korban tewas yang juga ada anak-anak, terlihat mengeluarkan lidah atau busa pada mulutnya. CNN Indonesia melaporkan jika Union of Medical Care and Relief Organizations (UOSSM) mengungkapkan bahwa para dokter di Ghouta timur melihat para pasien sampai kejang dan lumpuh.
Rusia Dituding Jadi Dalang Serangan Gas
Saling tuding-menuding mengenai siapa yang bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Douma sampai melibatkan Rusia yang adalah sekutu Suriah. Hal itu akhirnya membuat Mayor Jenderal Yuri Yevtushenko selaku kepala pusat perdamaian dan rekonsiliasi Rusia di Suriah membantahnya.
“Dengan ini kami mengumumkan bahwa kami siap mengirim spesialias bidang radiasi, pertahanan kimia dan biologi dari Rusia untuk mengumpulkan informasi, segera setelah Douma dibebaskan dari militan. Ini akan mengonfirmasi tuduhan,” ungkap Mayor Jenderal Yevtushenko seperti dilansir Reuters.
Ghouta Kawasan Para Pemberontak
Bicara mengenai Ghouta timur, kawasan itu memang sudah lama menjadi area perang antara pemerintah dan para pemberontak. Bahkan di tengah seruan gencatan senjata dari PBB, pemerintah Suriah masih terus menyerang Ghouta pada pertengahan Maret lalu yang membuat sedikitnya 23 warga sipil tewas. Menurut SANA, serangan ini dilakukan untuk memotong jalur akses pemberontak di Ghouta.
Hanya saja hal itu membuat semakin panjang saja daftar korban tewas akibat bombardir pemerintah di Ghouta. Sedikitnya sudah ada 1.139 nyawa warga Suriah melayang, termasuk 240 di antaranya adalah anak-anak tidak berdosa. Operasi perebutan Ghouta dari tangan pemberontak ini sudah dilakukan pemerintah Suriah sejak bulan Februari 2018. Bahkan Rusia, sempat berupaya gencatan senjata beberapa jam sehari, tapi rupanya tidak berhasil.
Hingga akhirnya pada 23 Maret 2018 kemarin, sedikitnya 30 bus pemerintah yang mengangkut para pemberontak dan keluarga mereka dilaporkan meninggalkan kota Harasta di Ghouta. Harasta sendiri selama ini dikuasai oleh Togel online terbesar di indonesia pemberontak Ahrar al-Sham. Dari laporan media militer Suriah, ada 1.500 orang dan 6.000 anggota keluarga yang sepakat meninggalkan Harasta. Nantinya para pemberontak itu akan dipindahkan ke kota Idlib di barat laut Suriah yang memang jadi lokasi penampungan para pemberontak yang sudah sepakat menyerahkan wilayah mereka kepada pemerintah.
Kendati sebagian orang sudah dievakuasi dari Harasta, dilaporkan kalau masih ada sekitar 20 ribu penduduk yang tetap tinggal di Harasta setelah menyatakan tunduk pada pemerintahan Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Tak hanya itu, pemberontakan Failaq al-Rahman di kawasan selatan Ghouta juga melakukan gencatan senjata.